Aku, ya aku yang menulis di blog ini memiliki seorang sahabat. Aku katakan sahabat karena hubugan kami cukup akrab, bahkan antara kami sering bercerita tentang hal-hal yang pribadi.
Setiap sore sepulang kerja aku biasanya mampir dulu ke rumahnya baru mandi dan salin di kontrakanku sendiri. Kadang-kadang kalau aku tidak mampir, malamnya habis isya dia main ke kontrakanku.
Usia kami tidak jauh beda, hanya saja aku setahun lebih tua darinya. Dan kami tidak bisa dikatakan remaja lagi, karena sudah sama-sama memikirkan (paling tidak terbesit hasrat) untuk menikah dan membangun rumah tangga.
Namun, diusia kami yang sudah dewasa, masih saja kekanak-kanakan membelenggu sikap, perbuatan dan tingkah laku kami.
Kami sering bercerita tentang hal-hal pribadi satu sama lain, seperti tentang pacar.
Yang saya herankan sekali, dia seorang sahabat yang sangat sensitif. Percaya atau tidak, nonton film india Mohaten menangis, lihat temannya bahagia di pernikahan menangis. Tidak diajak bercanda ketika bekerja pikirannya sudah gak karuan.
Banyak kisah hidupnya yang bikin aku tertawa, sedih juga marah. Pernah suatu hari kami bersepeda motor ke pasir putih, sebuah daerah wisata pantai di Tulung Agung. Jalan yang ditempuh menuju titik lokasi berkelok-kelok dan tanjakannya banyak yang curam.
Waktu itu aku yang nyetir sepeda motor, untuk menempuh sebuah tanjakan pendek tapi cukup curam, aku mengambil ancang-ancang dengan memacu sepeda motor cukup kencang. Nah, ketika sudah mencapai separuh dari tandakan tiba-tiba sahabatku teriak minta berhenti. Sampai di pucak tanjakan aku menepi dan berhenti dan tak disangka sahabatku muntah-muntah, mabuk karena pendakian terjal tadi. Katanya ususnya seakan naik ke atas kepalanya.
Duh, sampai sekarang dia tak berani kuajak ke sana lagi yang katanya taruhan nyawa.
Sekarang aku masih bersahabat dengannya dan aku yang paling banyak meminta nasihat darinya.
Oct 23, 2008
Seorang sahabat
Posted by opera classic at 10:48 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment